Thursday, May 15, 2008

Dunia Open Sourcenya Indonesia (1)

Jakarta - Kompas (4/7/05) - Menerapkan prinsip terbuka dalam mengembangkan aplikasi peranti lunak komputer kini jadi strategi para vendor software komputer dunia yang selama ini menerapkan prinsip lisensi tertutup. Dorongan ke arah open source didasari oleh penolakan masyarakat dunia pada produk berlisensi atau proprietary. Di Eropa, sekitar 80 masyarakat di kawasan itu menolak peranti lunak proprietary. Karena itu Spanyol misalnya mengembangkan program open source yang disebut Extra Madura. Lalu kerja sama antara Jerman dan Afrika Selatan menghasilkan program Ubuntu. Di Asia, China dan Korea Selatan juga mengembangkan software aplikasi officenya yang berbasis open source. Menteri Komunikasi dan Informatika Sofyan Djalil, Minggu (3/7), mengatakan, pemerintah juga akan menyediakan peranti lunak open source sebagai alternatif untuk menghargai hak atas kekayaan intelektual (HAKI). Sebagai langkah awal, akan ada sensus untuk mengetahui berapa unit komputer yang digunakan lembaga pemerintah. Kementerian Komunikasi dan Informatika juga menghimbau pimpinan lembaga pemerintahan agar memakai peranti lunak berlisensi dan membuka kemungkinan pemanfaatan peranti lunak open source.

Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup misalnya sudah menggunakan Linux dari open source untuk firewall, web, dan mail server. "Sebagian besar lainnya menggunakan peranti lunak berlisensi seharga 120.000 dollar AS, termasuk untuk operating system dan office",� kata Drs Maulyani Djajadilaga, Manajer IT Bidang Pengembangan Sistem Informasi Kantor Menneg LH. Komitmen Pemerintah Indonesia terhadap perlindungan karya cipta peranti lunak memang sudah direalisasikan dengan mewujudkan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta yang berlaku efektif sejak 29 Juli 2003. Namun, dunia internasional menilai upaya negara melindungi peranti lunak belum maksimal. Kerja sama riset Karena itu, vendor besar komputer di antaranya Microsoft dan Sun Microsystem menawarkan kerja sama dengan lembaga riset dan perguruan tinggi di tiap negara untuk membuka kode sumber agar bisa dikembangkan lebih lanjut. Microsoft misalnya, menindaklanjuti pertemuan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dengan Bill Gates, akan merintis pendirian pusat riset peranti lunak di Indonesia. Seperti dikemukakan Tony Chen, President Director Microsoft Indonesia, jenis riset di Indonesia kemungkinan di bidang animasi, yang diharapkan menjadi unggulan dibanding pusat riset serupa di China dan India. Saat ini bisnis peranti lunak animasi masih didominasi Jepang, sementara perancangan open source software (OSS) belum banyak tertuju pada pembuatan games software. "Padahal, 80 persen penggunaan layanan di kafe atau warung internet adalah games. Inilah tantangan bagi pengembang OSS",� jelas Harry Kaligis, General Manager Business Development Sun Microsystem Indonesia. Untuk membangun pusat riset software di Indonesia mau tak mau Microsoft harus membuka kode sumber softwarenya kepada mitra kerjanya di tiap negara sehingga bisa memunculkan aplikasi produk lokal. Sun Microsystem menggandeng lembaga riset di banyak negara termasuk China, Vietnam, Thailand, dan Indonesia untuk pengembangan aplikasi berbasis Star Office sesuai dengan kebutuhan lokal. Cara itu telah menghasilkan software lokal bernama Neo Sine di China. (BOY/nes)